Hukum Wudhunya Orang Yang Berkutek, Memakai Inai (Pacar), Mengusap Kepala Yang Berminyak Rambut
HUKUM WUDHUNYA ORANG YANG BERKUTEK
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukum wudhunya orang yang menggunakan kutek pada kuku-kukunya ?
Jawaban.
Sesungguhnya kutek itu tidak boleh dipergunakan wanita jika ia hendak shalat, karena kutek tersebut akan menghalangi mengalirnya air dalam bersuci (pada bagian kuku yang tertutup oleh kutek itu), dan segala sesuatu yang menghalangi mengalirnya air (pada bagian tubuh yang harus disucikan dalam berwudhu) tidak boleh dipergunakan oleh orang yang hendak berwudhu atau mandi, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
"Artinya : Maka basuhlah mukamu dan tanganmu". [Al-Maidah : 6]
Jika wanita ini menggunakan kutek pada kukunya, maka hal itu akan menghalangi mengalirnya air hingga tidak bisa dipastikan bahwa ia telah mencuci tanganya, dengan demikian ia telah meninggalkan satu kewajiban di antara beberapa yang wajib dalam berwudhu atau mandi.
Adapun bagi wanita yang tidak shalat, seperti wanita yang mendapat haidh, maka tidak ada dosa baginya jika ia menggunakan kutek tersebut, akan tetapi perlu diketahui bahwa kebiasaaan-kebiasaan tersebut adalah kebiasaan wanita-wanita kafir, dan menggunakan kutek tersebut tidak dibolehkan karena terdapat unsur menyerupai mereka.
[Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/148]
HUKUM WUDHUNYA ORANG YANG MEMAKAI INAI [PACAR]
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' ditanya : Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang maksudnya : Tidak sah wudhunya seseorang bila pada jari-jarinya terdapat adonan (sesuatu yang dicampur air) atau tanah. Kendati demikian saya banyak melihat kaum wanita yang menggunakan inai (pacar) pada tangan atau kaki mereka, padahal inai yang mereka pergunakan ini adalah sesuatu yang dicampur dengan air dalam proses pembuatannya, kemudian para wanita itu pun melakukan shalat dengan menggunakan inai tersebut, apakah hal itu diperbolehkan ?. Perlu diketahui bahwa para wanita itu mengatakan bahwa inai ini adalah suci, jika ada seseorang yang melarang mereka.
Jawaban.
Berdasarkan yang telah kami ketahui bahwa tidak ada hadits yang bunyinya seperti demikian. Sedangkan inai (pacar) maka keberadaan warnanya pada kaki dan tangan tidak memberi pengaruh pada wudhu, karena warna inai tersebut tidak mengandung ketebalan/lapisan, lain halnya dengan adonan, kutek dan tanah yang memiliki ketebalan dapat menghalangi mengalirnya air pada kulit, maka wudhu seseorang tidak sah dengan adanya ketebalan tersebut karena air tidak dapat menyentuh kulit. Namun, jika inai itu mengandung suatu zat yang menghalangi air untuk sampai pada kulit, maka inai tersebut harus dihilangkan sebagaimana adonan.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta : 5/217]
MENGUSAP KEPALA YANG MENGGUNAKAN MINYAK RAMBUT
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Jika seorang wanita memakai minyak rambut di kepalanya lalu ia mengusap rambutnya dalam wudhu, apakah wudhunya itu sah atau tidak ?.
Jawaban.
Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakikmu sampai dengan kedua mata kaki" [Al-Maidah : 6]
Di sini terkandung perintah untuk membasuh anggota wudhu dan mengusap bagian yang harus disapu serta mengharuskan untuk menghilangkan sesuatu yang menghalangi mengalirnya air pada anggota wudhu, karena jika terdapat sesuatu yang dapat menghalangi mengalirnya air pada anggota wudhu, berarti orang itu belum mebasuh atau mengusap bagian itu. Berdasarkan hal ini kami katakan : Jika seseorang menggunakan minyak pada anggota wudhunya, misalnnya minyak itu akan menjadi beku hingga menjadi suatu benda padat, maka pada saat itu wajib baginya untuk menghilangkan benda padat itu sebelum ia membersihkan anggota wudhunya, sebab jika minyak itu telah berubah menjadi benda padat maka hal itu akan menghalangi air untuk sampai pada kulit anggota wudhu, dan pada saat itulah wudhunya dianggap tidak sah.
Sedangkan jika minyak itu tidak berubah menjadi benda padat, sementara bekasnya masih tetap ada pada anggota wudhu, maka hal ini tidak membatalkan wudhu, akan tetapi dalam keadaan seperti ini hendaknya seseorang mengencangkan tekanan telapak tangannya saat membasuh atau mengusap anggota wudhu tersebut, karena umumnya minyak itu bisa mengalihkan aliran air, bahkan bisa jadi bagian anggota wudhu tidak terkena air jika tidak ditekankan saat membasuh atau mengusapnya.
[Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/147]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 6-7 penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukum wudhunya orang yang menggunakan kutek pada kuku-kukunya ?
Jawaban.
Sesungguhnya kutek itu tidak boleh dipergunakan wanita jika ia hendak shalat, karena kutek tersebut akan menghalangi mengalirnya air dalam bersuci (pada bagian kuku yang tertutup oleh kutek itu), dan segala sesuatu yang menghalangi mengalirnya air (pada bagian tubuh yang harus disucikan dalam berwudhu) tidak boleh dipergunakan oleh orang yang hendak berwudhu atau mandi, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
"Artinya : Maka basuhlah mukamu dan tanganmu". [Al-Maidah : 6]
Jika wanita ini menggunakan kutek pada kukunya, maka hal itu akan menghalangi mengalirnya air hingga tidak bisa dipastikan bahwa ia telah mencuci tanganya, dengan demikian ia telah meninggalkan satu kewajiban di antara beberapa yang wajib dalam berwudhu atau mandi.
Adapun bagi wanita yang tidak shalat, seperti wanita yang mendapat haidh, maka tidak ada dosa baginya jika ia menggunakan kutek tersebut, akan tetapi perlu diketahui bahwa kebiasaaan-kebiasaan tersebut adalah kebiasaan wanita-wanita kafir, dan menggunakan kutek tersebut tidak dibolehkan karena terdapat unsur menyerupai mereka.
[Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/148]
HUKUM WUDHUNYA ORANG YANG MEMAKAI INAI [PACAR]
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' ditanya : Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang maksudnya : Tidak sah wudhunya seseorang bila pada jari-jarinya terdapat adonan (sesuatu yang dicampur air) atau tanah. Kendati demikian saya banyak melihat kaum wanita yang menggunakan inai (pacar) pada tangan atau kaki mereka, padahal inai yang mereka pergunakan ini adalah sesuatu yang dicampur dengan air dalam proses pembuatannya, kemudian para wanita itu pun melakukan shalat dengan menggunakan inai tersebut, apakah hal itu diperbolehkan ?. Perlu diketahui bahwa para wanita itu mengatakan bahwa inai ini adalah suci, jika ada seseorang yang melarang mereka.
Jawaban.
Berdasarkan yang telah kami ketahui bahwa tidak ada hadits yang bunyinya seperti demikian. Sedangkan inai (pacar) maka keberadaan warnanya pada kaki dan tangan tidak memberi pengaruh pada wudhu, karena warna inai tersebut tidak mengandung ketebalan/lapisan, lain halnya dengan adonan, kutek dan tanah yang memiliki ketebalan dapat menghalangi mengalirnya air pada kulit, maka wudhu seseorang tidak sah dengan adanya ketebalan tersebut karena air tidak dapat menyentuh kulit. Namun, jika inai itu mengandung suatu zat yang menghalangi air untuk sampai pada kulit, maka inai tersebut harus dihilangkan sebagaimana adonan.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta : 5/217]
MENGUSAP KEPALA YANG MENGGUNAKAN MINYAK RAMBUT
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Jika seorang wanita memakai minyak rambut di kepalanya lalu ia mengusap rambutnya dalam wudhu, apakah wudhunya itu sah atau tidak ?.
Jawaban.
Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakikmu sampai dengan kedua mata kaki" [Al-Maidah : 6]
Di sini terkandung perintah untuk membasuh anggota wudhu dan mengusap bagian yang harus disapu serta mengharuskan untuk menghilangkan sesuatu yang menghalangi mengalirnya air pada anggota wudhu, karena jika terdapat sesuatu yang dapat menghalangi mengalirnya air pada anggota wudhu, berarti orang itu belum mebasuh atau mengusap bagian itu. Berdasarkan hal ini kami katakan : Jika seseorang menggunakan minyak pada anggota wudhunya, misalnnya minyak itu akan menjadi beku hingga menjadi suatu benda padat, maka pada saat itu wajib baginya untuk menghilangkan benda padat itu sebelum ia membersihkan anggota wudhunya, sebab jika minyak itu telah berubah menjadi benda padat maka hal itu akan menghalangi air untuk sampai pada kulit anggota wudhu, dan pada saat itulah wudhunya dianggap tidak sah.
Sedangkan jika minyak itu tidak berubah menjadi benda padat, sementara bekasnya masih tetap ada pada anggota wudhu, maka hal ini tidak membatalkan wudhu, akan tetapi dalam keadaan seperti ini hendaknya seseorang mengencangkan tekanan telapak tangannya saat membasuh atau mengusap anggota wudhu tersebut, karena umumnya minyak itu bisa mengalihkan aliran air, bahkan bisa jadi bagian anggota wudhu tidak terkena air jika tidak ditekankan saat membasuh atau mengusapnya.
[Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/147]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 6-7 penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar